Papua Tak Bisa Dipisahkan dari NKRI

[JAYAPURA] Barisan Merah Putih dan Komponen Masyarakat Peduli Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) di Tanah Papua menyatakan Papua tak bisa dipisahkan dari NKRI. Sebab, Indonesia adalah negara yang memiliki keagaman suku dan ras antara lain Melayu, Arab, Tionghoa, dan Melanesia.

Karena itu Papua adaah bagian sah dari Indonesia Raya sejak integrasi 1 Mei 1963. Jadi pernyataan bahwa ras Melanaesia yang ada di Papua adalah provokatif dan tidak berdasar.

Hal itu disampaikan Ketua Barisan Merah Putih, Ramses Ohee didampingi sekretarisnya Yonas A Nussy dalam pernyataan sikap kepada wartawan di Jayapura, Papua, Jumat (5/12) petang.

Pernyataan ini disampaikan Rames Ohee terkait atas Deklarasi Bangsa Papua Barat yang dibacakan Sekjend Presedium Dewan Papua, Thaha Alhamid, pada perayaan ibadah peringatan 1 Desember, hari yang disebut-sebut Hari Kemerdekaan Papua Barat, di Taman Peringatan Kemerdekaan dan Pelanggaran Hak Asasi Manusia (Memori Park Freedom and Human Right Abuse) di Sentani, Kabupaten Jayapura, Senin (1/12) lalu.

Diungkapkan seperti kita ketahui ras Melanesia adalah bagian yang tidak terpisahkan dari bangsa Indonesia, karena bukan hanya masyarakat Papua saja yang memiliki ras Melanesia. Tetapi, di daerah Indonesia lainnya seperti Nusa Tenggara Timur dan Pulau Maluku juga ras Melanesia. Mereka hidup rukun dan damai bersama saudara-saudara-nya sebangsa dan setanah air Indonesia, yang berideologikan Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.

“Sedangkan pelaksanaan Pepera 1969 cacat hukum dan moral, serta tidak sah serta meminta Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) untuk mengakui kemerdekaan Papua Barat 1 Desember 1961. Kami barisan Merah Putih di Tanah Papua menyatakan bahwa pernyataan tersebut tidak berdasar, karena saya selaku Ketua Umum yang juga sebagai pelaku sejarah Pepera 1969, mengetahui secara persis bagaimana pelaksanaan Pepera 1969,”ujar Ramses.

Pembohongan Publik

Ditegaskan Ramses, rakyat Papua saat itu memutuskan untuk bergabung dengan NKRI dan telah disetujui dan ditetapkan PBB melalui resolusinya Nomor 2504 Tanggal 19 November 1969.

“Yang berarti, Papua adalah mutlak bagian yang tidak terpisahkan dari NKRI. Pernyataan deklarasi politik yang menyatakan Pepera tidak sah adalah pembohongan publik, untuk kepentingan kelompok-kelompok tertentu yang ingin agar pembangunan di Papua melalui Otsus tidak berjalan lancar, “ujarnya.

Sedangkan Papua tanah darurat, menurut Ohee, adalah pernyataan pembohongan publik dan cenderung tendensius, karena sampai saat ini status Tanah Papua merupakan tertib sipil dan tanah damai.

Dia menilai pernyataan PDP yang meminta PT Freeport ditutup dan eksploitasi gas alam oleh British Petrolium Indonesia di Tangguh, Bintuni, Papua Barat, harus ditutup karena melakukan pelanggaran hak asasi manusia dan genoside di Tanah Papua adalah sangat tidak benar.

Barisan Merah Putih dan komponen masyarakat peduli NKRI meminta Tom Beanal yang mengklaim dirinya sebagai Pemimpin Bangsa Papua Barat, adalah salah satu komisaris PT Freeport yang digaji sekitar Rp 50 juta per bulan, dan telah menikmati fasilitas yang diberikan Freeport harus menolak rencana penutupan tersebut.

Selain itu, Ramses mempertanyakan, masyarakat tujuh suku di sekitar area tambang PT Freeport yang menerima dana 1 persen dari pendapatan perusahaan tersebut PT Freeport, berniat menutupnya.

“Sangatlah aneh apabila tujuh suku dengan tokohnya Tom Beanal sendiri ingin menutup PT Freeport, sementara yang bersangkutan menikmati fasilitasnya. Itu berarti Tom Beanal melakukan pembohongan terhadap diri sendiri,” ujarnya.

Menanggapi dukungan dari berbagai Negara Uni Eropa, Amerika Serikat, Vanuatu, Negara Kepulauan Pasifik, dan Anggota Parlemen Australia terhadap penentuan nasib sendiri bagi Papua Barat, adalah pernyataan yang tidak mendasar.

Karena tidak ada negara yang mengeluarkan surat dukungan secara resmi pada organisasi Papua Merdeka. ” Sampai saat ini, negara-negara tersebut masih mendukung keberadaan Papua sebagai bagian dari NKRI, “ujarnya.[154]

Exit mobile version