Separatis Papua: Tuntutan Atau Intervensi Asing

Anggota Komisi I DPR RI berharap pemerintah memacu pembangunan di provinsi Papua dan Papua Barat, karena hanya dengan cara itu, nilai-nilai persatuan dan kesatuan kebangsaan akan kuat tertanam di masyarakat. DEMIKIAN pendapat Yooris Raweyai (Fraksi Partai Golkar) dan Ali Mochtar Ngablin (Bintang Pelopor Demokrasi/BPD) dalam diskusi “Separatisme Papua; Tuntutan atau Intervensi Asing” di Gedung DPR/MPR Jakarta, Kamis (27/11) kemarin.

Pendapat senada juga disampaikan mantan Menteri Luar Negeri (menlu) Organisasi Papua Merdeka (OPM) Nicolas Messet. Nicolas yang pernah melakukan kampanye OPM di beberapa negara di Eropa dan Amerika, kembali menjadi WNI pada 27 Nopember 2007.

Dalam diskusi ini, Nicolas mengemukakan, OPM tidak cocok lagi digunakan untuk menyebut Organisasi Papua Merdeka tetapi “Orang Papua Membangun”.

Menurut dia, kampanye OPM di luar negeri sudah melemah dan orang-orangnya tidak solid. Yang ada adalah penipuan-penipuan. “Saya berjuang 39 tahun. Tak ada yang mau kasih uang. Penipu semua,” katanya.

Ali Mochtar Ngabalin juga mengemukakan, ketidakadilan dan diskriminasi masih dirasakan masyarakat Papua. Persoalan utama masyarakat Papua adalah persamaan hak.

“Bagaimana keseriusan pemerintah pusat mengurus Papua?,” katanya yang menambahkan, gerakan separatis sebenarnya mengecil dan hal itu disebabkan karena ketidakadilan dan diskriminasi dalam pembangunan.

Ngabalin dalam Sidang Parlemen Parlemen (APA) ke-2 di Teheran (Iran), dua tahun lalu, menantang anggota parlemen negara lain yang mempertanyakan persoalan Papua.

“Bagaimana orang luar lebih tahu Papua dari saya yang orang Indonesia, orang dari Papua. Pasti kamu bohong,” katanya kepada anggota parlemen negara lain.

Persoalannya, kata Ngabalin, apakah orang Indonesia memang mengakui bahwa Papua benar-benar bagian dari Indonesia kalau masih memberlakukan diskriminasi dan ketidakadilan.

JUSTIFIKASI

Yorris menjelaskan, OPM tidak pernah menentukan struktur kepemimpinan. OPM hanya justifikasi yang digunakan aparat terhadap sekelompok orang yang melakukan pelanggaran hukum.

Munculnya aksi-aksi sporadis terutama menjelang tanggal yang diklaim sebagai ulang tahun OPM (setiap awal Desember) merupakan pelampiasan atas ketidakadilan pembangunan wilayah Papua oleh pemerintah pusat.

Menurut Yorris, ketidakadilan dan diskriminasi bagi kedua propinsi di Papua masih terjadi hingga saat ini. Salah satunya, melalui UU tentang Perpajakan yang tidak mencerminkan keadilan.

Waktu Belanda masih menguasai Papua hanya mengambil minyak di Sorong dan batubara di Bintuni. Tetapi setelah masuk NKRI, wilayah Papua di kavling-kavling untuk mengeksploitasi sumber daya alam sehingga ekosistem rusak.

Dia mengemukakan, Papua bergabung ke NKRI tahun 1962 dan secara resmi menjadi propinsi ke 27 tahun 1969. Tetapi sumber daya alam Papua sudah dikavling mulai tahun 1967.

Ketidakadilan yang dirasakan masyarakat papua terkait perpajakan dan royalti terjadi pada sumbangan pajak PT Freeport kepada pemerintah Indonesia sebesar Rp17 triliun/tahun.

“Kita minta 30 persen dikembalikan ke masyarakat Papua untuk membangun wilayah. Tetapi Papua hanya memperoleh Rp300 miliar/tahun untuk 25 kabupaten/kota,” kata Yorris.

Kenyataan ini, kata Yorris menggambarkan ketidakadilan. “Jadi jangan menuduh separatisme. Perjuangan kami ingin bebas dari kemiskinan dan kebodohan,” katanya.

Perhatian pemerintah pusat kepada masyarakat juga dinilai rendah. Akibat tingkat kesehatan rendah, usia hidup orang Papua rata-rata 47 tahun dan banyak penyakit AIDS.

Menurut Yorris, penyelesaian persoalan bukan pada ekonomi, tetapi pada kemauan politik pemerintah pusat. “Amanat UU No.21/2001 tentang Otonomi Khusus (Otsus) Papua tidak dijalankan pemerintah secara konsisten,” katanya.

UU Otsus mengamanatkan pula bahwa pemerintah harus menerbitkan setidaknya dua Keppres dan 9 peraturan pemerintah (PP) serta 11 Perda propinsi dan Perda khusus untuk pelaksanaan Otsus. “Tetapi pemerintah tidak konsisten,” katanya.(**)

Ditulis Oleh: Ant/Papos
Jumat, 28 November 2008

Exit mobile version