Perhutani Kembangkan Pangan dan Energi Hadapi Krisis

Jakarta (ANTARA News) – Manajemen Perum Perhutani, Jumat, mengungkapkan akan menyiasati kemungkinan terpuruknya pasar tujuan ekspor produk kayu di negara maju dengan meningkatkan produk pangan dan energi dari hutan.

Menurut Dirut Perum Perhutani Upiek Rosalina, pendapatan perusahaan yang mencapai Rp2,087 triliun selama Januari – September tahun ini sekitar 70 persennya berasal dari penjualan kayu bulat.

Pendapatan sebesar itu mencapai 85 persen dari total pendapatan tahun ini yang ditargetkan Rp2,4 triliun, katanya.

Direktur Pemasaran Fachrozy mengatakan, pada 2009 perusahaan ingin 60-70 persen pendapatannya berasal dari industri pengolahan kayu dan non kayu yang diproduksi melalui kerja sama operasi (KSO) dan kerja sama pengolahan (KSP) dengan swasta.

Selain itu, industri pengolahan kayu milik Perhutani sendiri yang tersebar di Gresik, Brumbungan (Semarang) dan Cepu akan direvitalisasi karena mesin sudah tua. “Tahun depan, kita akan menyewa konsultan untuk revitalisasi industri pengolahan kayu ini.”

Masalahnya, menurut Upiek, pasar tujuan ekspor kayu olahan kini sedang mengalami krisis keuangan yang menjurus resesi ekonomi.

Untuk menyiasati kondisi pasar yang lesu itu, Perhutani akan menggarap pasar dalam negeri lebih intensif, diantaranya melalui sinergi dengan BUMN lain di bidang perumahan.

Selain itu, perusahaan juga mendapat instruksi dari kementerian BUMN untuk membantu meningkatkan produksi pangan dan energi yang bersumber dari potensi hutan.

“Tahun ini, kita sudah mencoba menanam komoditas ini seluas 15 hektare, di antaranya di Mojokerto (Jatim), Indramayu (Jabar), dan Pati serta Ngawi di Jateng.”

Pasar untuk produksi sorgum ini sudah ditemukan di dalam negeri dan kini pihaknya tengah melakukan perundingan dengan investor yang akan mengolah panenan sorgum menjadi tepung.

“Tidak tertutup kemungkinan, industri pengolahan tepung dengan bahan dasar sorgum akan dibangun bersama masyarakat. Untuk ethanol, pengembangannya akan diserahkan kepada swasta karena kebuthan dana dan teknologinya sudah terlalu tinggi.”

Dengan demikian, masyarakat tidak lagi terlalu tergantung kepada kayu karena nilai tambah dan pendapatan bisa diperoleh dari tanaman sela yang bisa dikembangkan di sela tegakan utama.

Perhutani juga akan membantu mempercepat tercapainya tutupan hutan sampai 30 persen dari total luas areal Pulau Jawa. “Paling tidak perlu penanaman seluas 2 juta hektare untuk mencapai tutupan hutan seluas itu.” (*)

Exit mobile version