Wapres dan PDIP – Saling Tuding Politisasi Renegosiasi Tangguh

Catatan SPMNews:

Perlu dicatat bahwa kasus pengorbanan bangsa dan Tanah Papua atas nama Freeport telah membuat bangsa Papua menderita setengah abad lamanya, dan kini malapetaka LNG Tangguh menimpa lagi ke bangsa yang sama, tetapi diperkirakan penderitaan akan lebih lama dan lebih parah lantaran kelangkaan BBM yang digantikan Gas dan pembentukan batalyon, Polda, Polres, Polsek dan Babinsa yang berjumlah ratusan kali-lipat daripada sebelumnya.

Maka era ini adalah ERA DOM KEDUA, daripada Otsus II.

===================

JAKARTA – Kontroversi renegosiasi kontrak penjualan gas alam Tangguh terus merasuk ke ranah politik. Kali ini giliran Wakil Presiden Jusuf Kalla membantah bahwa pemerintah telah melakukan politisasi untuk menyudutkan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri.

Kalla justru menuding PDI Perjuangan melakukan politisasi ketika pemerintah memutuskan meninjau ulang kontrak penjualan gas yang berpotensi merugikan negara Rp 700 triliun itu.
”Saya selalu berbicara tentang masalah ini dalam kapasitas sebagai wakil presiden. Tidak pernah sekali pun saya berbicara dalam kapasitas sebagai ketua umum partai. Renegosiasi kontrak itu masalah kenegaraan, bukan urusan ketua umum partai,” katanya kemarin (5/9).

Kalla menegaskan, sebagai nasionalis, kader PDI Perjuangan seharusnya mendukung upaya pemerintah melakukan renegosiasi kontrak-kontrak migas yang merugikan negara. Bukan malah menuduh pemerintah melakukan politisasi untuk menyudutkan Megawati sekaligus mengatrol popularitas SBY-JK yang jeblok. ”Renegosiasi ini dilakukan untuk membenahi yang keliru, mengapa bisa begini di masa lalu,” ujarnya.

Dalam melakukan negosiasi, pemerintah menggunakan strategi saling membutuhkan. Pemerintah menghindarkan ancaman menghentikan eksplorasi gas alam Tangguh untuk memaksakan kepentingan. ”Kita akan berangkat dengan perasaan saling membutuhkan. Jadi, tidak perlu ada ancam-mengancam. Beijing sudah sangat terbuka mengenai perundingan ulang kontrak gas di proyek Tangguh,” paparnya.

Dengan sikap terbuka itu, Kalla yakin Tiongkok akan mengerti bahwa kebutuhan gas alam cair dunia saat ini sudah jauh berbeda dengan kondisi ketika kontrak ditandatangani. Selain itu, harga minyak dunia sudah meningkat lima kali lipat dibandingkan 2002.

”Tidak mudah mengubah harga dalam kontrak yang sudah tetap. Tapi, kita yakin Tiongkok mengerti bahwa kondisi sekarang sudah berubah. Dengan begitu, terbuka jalan untuk kesepakatan harga yang lebih menguntungkan kedua belah pihak,” tandasnya. (noe/oki)

Exit mobile version