DAP Temui MRP Soal Insiden Wamena

JAYAPURA [CEPOS] – Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP), Drs. Agus Alue Alua, M.Th menilai, insiden pengibaran Bintang Kejora (BK) yang berbuntut tertembaknya seorang warga di Wamena, merupakan tindakan menyalahi PP 77 tentang Lambang Daerah yang dikeluarkan Presiden Republik Indonesia.

“Secara tidak langsung aparat yang telah menembak itu menyalahi arahan dari Presiden, dimana penegakkan PP 77 haruslah dengan cara persuasif,” ungkapnya di depan wartawan menanggapi surat yang diberikan Dewan Adat Papua (DAP) memakai dasar hukum PP 77 sebagai pijakan tuntutannya di kantornya, Selasa (2/9) kemarin.Menurutnya, BK yang sudah sebanyak kurang lebih dari 10 kali, ini mengandung arti bahwa PP 77 itu ada masalah. Seringnya proses penangkapan hingga pengadilan terhadap orang-orang yang mengibarkan bendera ini. “Semua itu belum bisa diselesaikan pendekatan masalah adanya PP 77, artinya bahwa pengibaran itu akan tetap menjadi masalah Papua, sehingga diperlukan solusi baru terhadapnya,” tandasnya.Mengenai pertemuan MRP dengan DAP kemarin, Agus menjelaskan, bahwa pihak DAP telah mencantumkan dalam surat penundaaan pemeriksaan dengan melampiri persyaratan yang harus dipenuhi Kapolda saat memeriksa mereka. “DAP minta adanya dukungan dari MRP tentang posisi mereka dalam kasus tersebut,” tambahnya.

Dijelaskan, sekarang ini bukan posisi MRP itu mendukung atau menolak dengan apa yang dilakukan DAP. “Akan tetapi MRP hanya memberikan surat bahwa adanya penuntasan kasus tersebut dengan secepatnya, dengan memisahkan kasus per kasusnya,” lanjutnya.

Agus berpendapat, kasus penembakan dengan kasus pengibaran bendera itu sangat berbeda dan haruslah dipisahkan. Pihaknya akan memberi surat kepada pihak Polda untuk dapat memisahkan kedua kasus tersebut.

Sementara itu, Ketua Dewan Adat Papua (DAP) Forkorus Yoboisembut didampingi beberapa anggota DAP menyatakan, menolak adanya pemeriksaan lanjutan yang sedang dilakukan Polda Papua sebelum polisi berhasil mengungkap pelaku penembakan Opinus Tabuni dan persyaratan lainnya. “Ini berdasarkan keputusan dari rapat kami dengan perwakilan anggota DAP lainnya,” ungkapnya saat ditemui di gedung MRP.

Dijelaskan, dalam hasil rapat tersebut mengeluarkan keputusan bahwa pihaknya menolak adanya proses penyelidikan oleh pihak berwajib dengan mengeluarkan surat penundaaan pemeriksanaan ke Polda Papua sampai dengan orang yang membunuh dan motifnya serta latar belakang apa saja terungkap itu disampaikan kepada DAP.

Menurutnya, pengibaran bendera tersebut bukanlah tindakan dosa, yang berdosa adalah membunuh orang dilihat dari segi norma iman dan norma kemanusian serta norma hak asasi manusia (HAM). “Di dalam hal ini, kami merasa tidak bersalah sama sekali, bila dibandingkan membunuh orang,” lanjutnya.

Ditambahkan, pemeriksaan itu tidak sah karena pihaknya tanggal 9 Juli 2008 merayakan perayaan hari pribumi sedunia, dan polisi memenuhi syarat seperti sebelum polisi akan memeriksa harus ada 2 pengacara sekaligus, satu dari nasional dan satunya pengacara internasional yang berperan menjelaskan dan memberikan nasihat mengenai hari internasional tersebut. “Karena kami berdiri disaat perayaan internasional maka pihak polisi harus lakukan seperti itu,” tegasnya.

Selanjutnya, sebagai tindakan adil setelah polisi ini mengungkapnya kepada publik siapa pembunuhnya dan syarat-syarat tersebut, maka pihaknya akan menanyakan kepada masyarakat siapa yang mengibarkan bendera 44 atau BK itu. (ind)

Cenderawasih Pos, Edisi : 03 September 2008 | 04:44:28

Exit mobile version