Solusi Damai atas Masa Lalu

INDONESIA dan Timor Leste bersepakat untuk melupakan masa lalu dengan hati dan semangat damai. Adalah terlalu mahal dan melelahkan bila masa lalu terus saja dikenang dengan hati dan kepala panas.

Tidak banyak pihak atau negara yang mau menempuh solusi seperti ini. Apalagi di antara dua negara yang pernah terlibat pertikaian dan pertumpahan darah.

Komisi Kebenaran dan Persahabatan (KKP)–badan yang dibentuk untuk menyelidiki pelanggaran hak asasi manusia di Timor Leste–telah menyelesaikan tugasnya. Sebuah rekomendasi disusun KKP dengan judul Mengenang Masa Lalu untuk Masa Depan.

Rekomendasi itu diserahkan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden Timor Leste Ramos Horta dalam pertemuan di Denpasar, Bali.

Banyak hal yang harus dikerjakan sesuai rekomendasi itu. Akan tetapi yang paling penting adalah kesepakatan kedua negara untuk menghentikan tuntutan hukum terhadap pelanggaran hak asasi di Timor Leste, baik oleh kalangan militer Indonesia maupun oleh kalangan Timor Leste sendiri.

Inilah kesepakatan yang melegakan. Melegakan, karena dengan demikian tidak ada lagi petinggi militer atau mantan petinggi militer Indonesia yang merasa dikejar-kejar oleh tuduhan pelanggaran HAM. Orang seperti Wiranto yang selama ini terus dihantui kecurigaan dan tuduhan, boleh bernapas lega.

Sesungguhnya rekonsiliasi antara Indonesia dan Timor Leste tidak hanya keharusan di antara kedua negara, tetapi yang jauh lebih penting adalah rekonsiliasi di antara orang-orang Timor Leste sendiri. Rekonsiliasi antara Timor Leste timur dan Timor Leste barat. Rekonsiliasi antara orang-orang Timor Leste yang lari ke Indonesia karena dianggap membela penyatuan Timor Timur–ketika itu–dengan Republik Indonesia dan warga Timor Leste yang memilih merdeka.

Sejarah yang dipenuhi dengan kekerasan dan pertumpahan darah yang berlangsung lama adalah luka yang sulit disembuhkan kalau tidak didukung tekad kuat untuk melupakan dan memaafkan. Bagi para pemimpin Timor Leste saat ini, mengurus rakyat memperbaiki masa depan melalui kesejahteraan jauh lebih penting daripada selalu membebani diri dengan mencari-cari siapa di masa lalu yang pantas dihukum karena telah melakukan kejahatan.

Seorang Nelson Mandela bisa menjadi contoh tentang rekonsiliasi yang jujur, bersih, dan bersemangat negarawan. Dia mengakhiri begitu saja pertumpahan darah dan politik apartheid yang amat rasialis di Afrika Selatan tanpa menuntut apa-apa. Dan, kini Afrika Selatan bangkit.

Indonesia dan Timor Leste memilih cara melupakan dan memaafkan. Hubungan baik kedua negara di masa depan jauh lebih penting daripada mengungkit-ungkit kesalahan dan kejahatan masa lalu.

Hanya, harus dipahami bangsa yang lupa pada kebaikan adalah bangsa yang jahat. Bangsa yang lupa pada keburukan adalah bangsa yang bodoh. Sejarah, kalau mau ditulis dan dikenang adalah peringatan bagi generasi bahwa bangsanya atau nenek moyangnya di masa lalu pernah melakukan kekejaman yang tidak perlu diulang lagi.

Itulah aspek penting dari rekonsiliasi. Rekonsiliasi tidak akan terjadi kalau dilandasi semangat balas dendam dan dengki.

Indonesia dan Timor Leste telah memberi pelajaran tidak saja kepada dunia tentang cara penyelesaian konflik, tetapi juga kepada anak cucu di kedua negeri. Bahwa untuk berdamai harus ada semangat dan kemauan untuk melupakan dan memaafkan.

Exit mobile version