Aktivitas PDP Tidak Terganggu Dengan Sikap Politik Nick Messet

JAYAPURA [Cepos] – Keinginan Nickholas ‘Nick’ Messet yang mengaku sebagai Menteri Luar Negeri OPM untuk menjadi Warga Negara Indonesia (WNI) sebagaimana yang disampaikan di hadapan Wapres Jusuf Kalla, tidak membuat Presidium Dewan Papua (PDP) kebakaran jenggot. Sebab, dalam tubuh PDP, Nick tak lebih dari seorang simpatisan.

Sekjen PDP, Thaha Al Hamid, saat dimintai tanggapannya terkait dengan sikap politik Nick Messet yang mengaku sebagai Menteri Luar Negeri OPM tersebut, pertama-tama ingin mengklarifikasi tentang pengakuan Nick sebagai Menteri Luar Negeri (Menlu) OPM di massa Theys Hiyo Eluay. “Di masa Theys, kami (PDP) tidak membentuk kabinet apapun, sehingga tidak ada yang namanya menteri ini dan itu. Jadi tidak benar ada menteri luar negeri pada masa Theys seperti pengakuan Nick Messet. Ini yang perlu kami klarifikasi,” jelas Thaha.

Dijelaskan oleh Thaha, pada masa Theys sebagai Ketua PDP, yang ada hanya organisasi perjuangan, dimana ada ketua, wakil ketua dan Sekjen. Sementara untuk urusan dalam luar negeri maupun dalam negeri, ditunjuk orang-orang yang disebut sebagai moderator.

Dari sepengetahun Thaha, peran Nick Messet untuk membantu diplomasi luar negeri soal Papua Merdeka bahwa pada masa tokoh OPM seperti Zeth Rumkorem dan Nickolas Tanggahma ke Senegal membuka kantor kedutaan OPM di sana, Nick Messet adalah seorang anak muda yang ikut bersama-sama dengan mereka dalam kegiatan itu. Selanjutnya, yang dirinya tahu, aktivitas Nick adalah sekolah menjadi pilot.

Thaha juga mengakui tahu persis bahwa Nick Messet adalah pilot yang sangat disegani negara-negara Pasifik. Ini didengar dan disaksikan langsung saat kunjungan ke beberapa negara di daerah Pasifik beberapa waktu lalu.

Ditanya, apakah selama ini Nick juga dipakai oleh PDP untuk membantu diplomasi politik masalah Papua di luar negeri? Thaha tidak menyangkalnya, namun peran Nick itu bukan dalam jabatan struktural lembaga PDP. “Di PDP, posisi Nick sebagai simpatisan. Jika Nick disebut membantu diplomasi di masa lalu, saya akui iya! Walaupun tidak secara resmi dalam bentuk surat atau SK sebagai wakil PDP secara struktural,” jawabnya seraya mencontohkan, bahwa Nick ikut terlibat dalam pertemuan yang dilakukan PDP tahun 2000 lalu di Port Vila, Ibu Kota negara Vanuatu dan beberapa pertemuan lainnya di Pasifik.

Sementara itu, tentang sikap politik Nickholas ‘Nick’ Messet, untuk minta kembali menjadi Warga Negara Indonesia (WNI), ditanggapi Thaha sesuatu yang biasa. Bahkan lembaga representasi perjuangan politik rakyat Papua itu mengaku, tidak kaget dengan keputusan Nick itu.

Thaha Al Hamid menilai, sebenarnya yang terjadi adalah Nick Messet menghadap Wapres Yusuf Kalla adalah dalam rangka momohon atau minta kewarganegaraan atau Naturalisasi dan bukan repatriasi atau minta kembali menjadi WNI. “Yang saya pahami bahwa Nick belum pernah bergabung menjadi warga negara Indonesia, sebab dia keluar negeri sebelum massa Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) di Papua tahun 1969,” jelasnya.

Thaha mengaku tidak kaget dengan apa yang dilakukan Nick Messet, sebab satu tahun lalu (2006), niat untuk naturasi pernah disampaikan Nick kepada dirinya. “Jadi apa yang dilakukan Nick bukan sesuatu yang luar biasa. Itu hal yang wajar dan biasa saja,” jelasnya.

Digambarkan, apa yang dilakukan Nick, sama seperti Ivana Lee, Liem Swie King, Tan Joe Hok, Hendrawan (Para Pemain Bulutangkis Andalan Indonesia di Tahun 1980-an) yang meskipun sudah membela nama Indonesia dan lahir di Indonesia, namun harus terus berjuang bertahun-tahun untuk mendapatkan Warga Negara Indonesia. “Artinya, apa yang dilakukan Nick untuk minta naturalisasi adalah hal yang biasa saja, sama seperti mereka,” tegasnya lagi.

Dijelaskan, sebenarnya 5 tahun lalu atau sekitar tahun 2000 -2002, Nick sudah pulang ke Papua. Hanya saja, karena ia warga negara Swedia, maka Nick terpaksa bolak-balik Papua dan luar negeri, terutama ke PNG. “Jadi yah… keinginan menjadi WNI sudah dia pikirkan jauh-jauh sebelumnya, apalagi dalam usianya saat ini, Nick ingin datang dan menetap di Papua, sehingga ia mewujudkan keiginannya itu melalui prosedur resmi ke pemerintah RI,” terang Sekjen PDP ini.

Dengan demikian, keiginan Nick menjadi WNI sama sekali tidak mengurangi aktivitas PDP baik di dalam maupun di luar negeri dalam hal diplomasi. “Kami tetap menghormati keputusan yang diambil Nick Messet, hanya saja, yang saya sayangkan, apa yang dilakukan Nick ini di blow up seolah-olah sebagai suatu keberhasilan, padahal yang perlu dicari dan dijawab adalah mengapa orang Papua lari dan bermukim di luar negeri, itu yang seharusnya selesaikan akar masalahnya,” papar Thaha.

Lalu bagaimana jika orang Papua lainnya yang lari ke luar negeri atau menjadi warga negara asing mengikuti jejak Nick Messet ingin kembali menjadi WNI? Thaha tetap saja menilai bahwa hal itu tak menjadi masalah. Malah, dirinya menilai bahwa sewajarnya orang Papua yang ada di luar negeri kembali ke tanah airnya di Papua. “Papua adalah tanah lahir mereka, jadi wajar jika mereka ingin kembali ke sini. Sebab kalau ingin berjuang untuk Papua, mari bersama-sama kita berjuang di sini, Kalau bisa berjuang di Papua, mengapa harus bermukim di sana (luar negeri),” ungkapnya.

Yang dirinya tahu, lanjut Thaha, dari laporan Badan Intelijen Negara (BIN) saat dirinya bertemu dengan DPR RI di Jakarta beberapa waktu lalu, selain Nick, Frans Albeth Joku (Mantan Mederator Urusan Luar Negeri PDP) juga akan melakukan naturalisasi. “Yang pokok di sini, bahwa dengan dilakukan repatriasi satu atau seribu orang Papua di luar negeri kan tidak berarti persolan di Papua menjadi selesai, sebab bagi kami, proses naturalisasi dan repatriasi adalah proses yang wajar saja,” jelasnya lagi.

Dikatakan juga bahwa sudah diketahui umum, baik dari internet mapun media massa bahwa orang-orang seperti Nick Messet, Frans Alberth Joku dan Febiola Ohei ini dipakai pemerintah untuk melakukan tour ke Eropa beberapa waktu lalu untuk diplomasi bagi pemerintah Indonesia terkait kampanye Otsus dan masalah Papua. Namun, hal itu dipandang sebagai sikap yang tidak mengganggu aktivitas PDP. “Perbedaan pandangan itu wajar, dan biarlah kita dalam perbedaan tetap membangun komunikasi yang baik, sehingga tidak menjadi pertentangan. Sebab sudah rahasia umum, bahwa dari dulu orang Papua memang selalu sengaja dibuat untuk saling bertentangan yang akhirnya bisa menimbulkan perpecahan,” jelas Thaha. (luc)

____________________________________
Sumber: SKH Cenderawasih Pos

Exit mobile version