Bintang Kejora Dibentang di GOR

JAYAPURA-Bendera Bintang Kejora muncul dalam acara Konferensi Besar Masyarakat Adat Papua yang berlangsung di GOR Cenderawasih, Jayapura, Selasa (3/7), kemarin.

Modusnya, pembentangan bendera Bintaang Kejora itu sama dengan kemunculan bendera Republik Maluku Selatan (RMS), yakni saat tarian Cakalele di Ambon. Bedanya, bendera RMS yang muncul di hadapan Presiden SBY di Ambon disusupkan lewat tarian Cakalele. Sedangkan bendera Bintang Kejora ini dibentangkan dalam salah satu tarian resmi pada acara Masyarakat Adat Papua.

Tari yang menggunakan bendera bintang kejora itu tampil di akhir acara. Penari dari Grup Sampari menggunakan kostum bercorak Bintang Kejora dan diperagakan remaja pria dan wanita. Tarian itu menggambarkan anak-anak Papua sedang bingung dan sedih mencari orang tuanya yang hilang karena dibunuh dan diculik.

Pada detik-detik terakhir tarian, penari wanita membentangkan bendera Bintang Kejora sembari melambai-lambaikan dan mengitari penari lain yang bergelimpangan dengan air mata berlinang.

Tiba-tiba ratusan peserta kongres yang memenuhi GOR itu secara beramai-ramai berteriak, merdeka… merdeka… merdeka.. !!! Menyaksikan bendera itu, sejumlah peserta histeris. Termasuk Tom Beanal, ketua Dewan Adat Papua.

Dalam acara tersebut, hadir sejumlah tokoh masyarakat Papua. Mereka, antara lain, Wakil Ketua MRP (Majelis Rakyat Papua) Hana Hikoyobi, Ketua DPRD Kota Jaya Pura Thopillus Bonay, dan Sekda Prov Papua Tedjo Suprapto. Sedangkan ribuan peserta datang dari tujuh wilayah adat.

Tedjo Suprapto tampak diam menyaksikan pembentangan bendera yang berlangsung 20 menit tersebut. Wajahnya tanpa ekspresi, entah apa di benaknya.
Acara yang dimulai pukul 13.00 itu dijaga superketat satgas atau nama lain Penjaga Dusun Adat Papua (PDAP).

Di pintu masuk ke halaman GOR berjejer PDAP. Mereka memeriksa siapa saja yang masuk, termasuk para peserta. Bahkan, wartawan pun diperiksa, baik tas maupun barang bawaan. Setelah dirasa tidak ada yang mencurigakan, mereka baru diperbolehkan masuk.

Ketua Dewan Adat Papua (DAP) Tom Beanal dalam pidato politiknya mengatakan bahwa konferensi pada hakikatnya merupakan pesta demokrasi. Momen itu juga merupakan kesempatan bagi rakyat pelosok Papua datang berkumpul, saling bertukar informasi, dan menyatakan pendapat. ”Saat inilah kami pikir alangkah baik jika pemimpin datang duduk bersama rakyat. Apalagi, saat negara ini sedang dilanda situasi sulit, baik dari sisi budaya, ekonomi dan politik, maupun kemarahan alam,” katanya.

Dia juga meminta pemerintah membuka keran demokrasi di Papua. ”Saya ingin menekankan betapa pentingnya kita memberikan ruang bagi proses demokratisasi. Demokrasi yang hendak kita bangun adalah usaha memperkuat komunikasi, interaksi, dan kerja sama yang konstruktif di antara komponen masyarakat di bidang ekonomi, sosial, budaya, dan politik untuk mencapai kesejahteraan dan kemuliaan harkat hidup,” tuturnya.

Seperti diketahui, pembukaan konferensi yang sedianya akan dimulai pukul 09.00 WIT itu baru dimulai sekitar pukul 10.28 WIT, diawali dengan ibadah yang dipimpin Pdt M.Th Mawene, S.Th dengan diiringi Kelompok Paduan Suara STT GKI Jayapura.

Usai ibadah, acara yang disiarkan life melalui RRI Jayapura itu dilanjutkan penyampaian sambutan, diawali sambutan Gubernur Barnabas Suebu, SH yang disampaikan Sekda Drs Tedjo Suprapto, MM.

Pada sambutannya, Gubernur kembali menekankan visi dan misinya tentang Papua Baru. “Intinya bagaimana membangun Papua yang lebih baik di mana pemerintahnya adalah pemerintah yang bersih dan berwibawa serta melayani rakyat dengan sebaik-baiknya” katanya.

Gubernur juga menekankan upaya dan strategi serta kebijakan dasar pembangunan di Papua yang berkelanjutan.

Setelah itu sambutan politik Ketua Dewan Adat Papua (DAP) Tom Beanal, lalu membuka acara itu dengan memukul tifa dan mengatakan “atas berkat Tuhan yang menciptakan Tanah Papua dan yang menciptakan leluhur dan semua orang yang telah gugur demi Tanah Papua saya membuka pertemuan ini,”.
Usai sambutan acara dilanjutkan pagelaran tarian dari 7 wilayah adat masing – masing dengan keunikannya sendiri. Pagelaran seni itu berlangsung semarak karena undangan begitu antusias menyaksikan.

Satu demi satu grup penari tampil dan cukup berhasil memukau semua yang hadir. Mereka kemudian lebih antusias lagi ketika pada penampilan penari terakhir dari Grup Sampari maju ke depan. Penari dengan kostum bercorak Bintang Kejora dan diperagakan oleh remaja pria dan wanita ini menggambarkan tentang anak – anak Papua yang sedang bingung dan sedih mencari orang tuanya yang hilang karena dibunuh dan diculik.
Konfrensi Pers

Acara kemudian dilanjutkan dengan konfrensi pers oleh Ketua DAP Tom Beanal, Sekretaris Umum DAP Leo Imbiri, Ketua Panitia KBMAP Forkorus Yaboisembut, S.Pd dan Ketua DAP Biak Yan Yarangga.

Terkait dengan pembentangan bendera Bintang Kejora itu, Leo Imbiri menjelaskan, tarian itu adalah ungkapan real dari kehidupan masyarakat di Papua, seorang anak yang mencari orang tuanya dan orang tuanya yang dibunuh.

Untuk itu katanya, agar hal itu jangan dilihat dari kerangka politik, namun sebatas ungkapan budaya masyarakat adat Papua.

Ditambahkan Forkorus bahwasanya tarian itu adalah unsur budaya dan hal itu tidak perlu dipersoalkan, karena masyarakat Papua adalah masyarakat yang berbudaya dan hal itu sudah menjadi darah daging.

“Kalau mereka mau jadikan bendera apa salahnya. Itu wajar. Manusia ini kan zone politikon, jadi manusia berpolitik itu biasa, tidak usah ada dusta untuk membodohi rakyat. Saya pikir kita jangan membodohi rakyat,” katanya.

Ia juga mengatakan, tarian itu menggambarkan sejak tahun 1961 sampai sekarang telah terjadi banyak pelanggaran HAM, karena ada tiga masalah pokok yang terjadi yakni 1, penyangkalan hak berpolitik dari bangsa Papua Barat, 2, pembangunan yang melanggar hak – hak dasar masyarakat Papua dan lingkungan hidup, 3, akibat dari semua itu maka terjadi pelanggaran HAM dan hukum. “Itu tadi yang diperagakan oleh penari mereka bahwa kami telah dibunuh karena ini, kami telah disiksa, ya tulah kami sampai hari ini,” ujarnya.

Lanjutnya, Bintang Kejora sudah menjadi kontroversi umum semua tahu itu, ini juga menjadi salah satu masalah yang harus diselesaikan yang mana mandat itu diberikan kepada PDP melalui Kongres rakyat Papua. “Kenapa bendera menjadi kontroversi sehingga rakyat dibunuh terus kami dari presdium sudah minta dialog kami minta ini diselesaikan supaya tidak ada lagi kata separatis. Saya pikir, begini, karena bendera dan itulah orang bilang kami separatis,” katanya lagi.

Menurutnya sejarah seperatis itu sendiri adalah kosa kata yang ditinggalkan oleh penjajah yakni pemerintah administrative saat itu. Sebagai anak Papua kalau ia mengatakan sudaranya separatis secara tidak sadar dirinya sudah menjadi penjajah. “Jadi saya himbau anak-anak Papua yang menjadi gubernur, bupati, jangan katakan saudara saya separatis atau menakut -nakuti supaya tidak ikut konfrensi,” ajaknya.

Leo Imbiri menambahkan, dalam konfrensi itu akan revitalisasi atau pengurus DAP yang baru periode 2007 – 2012 serta melakukan evaluasi terhadap DAP selama 5 tahun terakhir dan merumuskan sejumalh program DAP 5 tahun kedepan.

Sedangkan untuk persoalan masyarakat adat, sampai hari ini adalah jaminan hak hidup, terus menerus terjadi kecurigaan terhadap masyarakat adat bahwa Tanah ini masih menjadi penjara. “Belum ada kebebasan bagi masyarakat adat untuk mengungkapkan atau mengekspresikan dirinya dan mendapatkan hal – hal yang seharusnya ia dapat sebagai tuan diatas negeri ini. Itu persoalan utama , karena itu kami menilai belum ada pelayanan maksimal oleh pelaku pembangunan baik oleh pemerintah dunia usaha maupun lembaga lain terhadap masyrakat adat Papua,” tuturnya.

Lalu ditambahkan Leo Imbiri lagi bahwasanya keliru kalau dikatakan DAP hanya mengurus hak – hak dasar dan pemerintah mengurus yang lain. Diingatkannya bahwa Papua adalah tanah bermasalah sampai saat ini DAP telah menunjukkan partisipasi efektif dalam mendorong seluruh proses pembangunan dalam menyampaikan aspirasi secara bermartabat pada semua pihak. Selama 5 tahun eksis, sudah banyak rekomendasi yang disampaikan pada Pemda. Meski ada beberapa rekomendasi yang dijawab pemerintah, namun dalam banyak hal menunjukkan jawaban pemerintah hanya terpaksa.

“Antara DAP dan pemerintah secara formal belum duduk bicara secara resmi kami belum pernah bicara dalam arti mengagendakan bersama memutuskan bersama itu belum sejak DAP berdiri,” katanya. DAP akan mencoba mencari dan menemukan serta menata tatanan masyarakat adat yang rusak dan membangun system lalu mengajak pemerintah dan semua pihak untuk bekejasama dalam membangun Papua dengan mekanisme dan membuat MoU.(ta)

By Sumber Cepost 4 Jul 2007, 17:13
http://www.cenderawasihpos.com/detail.php?ses=&id=1184
© Copyright by w@tchPAPUA

Exit mobile version