Kapolda Papua Irjenpol Drs. M. Tito Karnavian, MA.PhD: Dasar hukum kebebasan menyampaikan pendapat di muka umum telah diatur dalam UU Nomor 9 Tahun 1998. Unjuk rasa yang bertujuan untuk memisahkan diri dari NKRI, tentu telah melanggar UU.
TPN-OPM_lagiiiKETUA Umum Persekutuan Gereja-Gereja Baptis Papua (PGBP), Pdt. Socratez Sofyan Yoman mengatakan, pelarangan atas unjuk rasa berbau ‘Papua Merdeka’, sejatinya telah membekukan ruang berdemokrasi rakyat dalam menyampaikan aspirasi. Bila dibatasi, justru akan makin memperkeruh persoalan Papua.
“Akar persoalan Papua, atau perjuangan rakyat Papua bukan hal yang baru, perjuangan ini menyangkut ideologi, sehingga disini butuh pendekatan ideologi, kalau polisi melarang, itu bukan jalan yang bijaksana, justru hanya akan memperkeruh masalah dan menumbuhkembangkan benih-benih nasionalisme Papua,”
katanya kepada Suluh Papua, di Jayapura, kemarin.
Menurut dia, pelarangan berdemo telah memperdalam ideologi Papua.
“Saya harap, Polisi kembali belajar sejarah bangsa Papua, sejarah sejak Pepera 1969, pemerintah juga harus sadar bahwa orang Papua bukan bodoh, Polisi telah salah menilai kami,”
tegasnya.
Baginya, orang Papua berjuang untuk sebuah harga diri. Bukan berdemo menuntut penurunan harga Bahan Bakar Minyak atau korupsi. “Orang Papua tidak urus korupsi dan tidak urus BBM, ini suatu penghinaan yang luar biasa kalau dibilang berdemo sebaiknya untuk BBM atau korupsi, kalau korupsi, silahkan anda (polisi) mengurusnya,” ucapnya.
Yoman menegaskan, sebagai pemimpin umat dan rohaniawan, dirinya mendengar langsung suara umat dan tak bisa menyembunyikannya.
“Saya tidak bisa menyembunyikan, umat Tuhan sudah hampir 50 tahun berjuang untuk nasib sendiri, walaupun nyawa menjadi taruhan, walaupun mereka diculik dan dipenjarakan, tapi idelogi mereka tidak pernah dipenjara. Mengapa ada anak-anak yang baru lahir 1990an telah berjuang melawan Indonesia, itu artinya ada masalah, ini persoalan status politik, pelanggaran HAM berat, kegagalan pembangunan dan Otsus, itu kenyataan yang tidak bisa dipungkiri,”
paparnya.
Pelarangan terhadap unjuk rasa para aktivis dan warga Papua menyuarakan kebebasan, selayaknya dihentikan. “Di luar negeri, bendera Bintang Kejora berkibar dimana mana, itu telah memperkenalkan Papua, jadi, untuk menyelesaikan masalah Papua, butuh dialog damai, dialog yang jujur, setara antara pemerintah Indonesia dengan Papua difasilitasi pihak ketiga, silahkan polisi urus BBM, korupsi dan lain-lain, intinya penjahahan di Papua harus diakhiri,” ulas Yoman.
Ia meminta pemerintah dan kepolisian membuka kesempatan bagi warga Papua menuangkan aspirasi. “Demo Papua Merdeka harus diberikan ruang, harus dihargai, bukan dilarang-larang,” pungkasnya.
Sebelumnya Kapolda Papua Irjenpol Drs. M. Tito Karnavian, MA.PhD mengungkapkan, dasar hukum kebebasan menyampaikan pendapat di muka umum telah diatur dalam UU Nomor 9 Tahun 1998. Sehingga jika sebuah unjuk rasa bertujuan untuk memisahkan diri dari NKRI, tentu telah melanggar UU.
“Tugas kita untuk memfasilitasi supaya penyampaian pendapat berjalan lancar, tapi harus dipahami pula bahwa ada pembatasan terkait materi demo, khususnya KNPB yang jelas-jelas bertentangan dengan UU karena mengarah pada perpecahan keutuhan dan persatuan bangsa, track record mereka juga selama menggelar aksi (kerap) meresahkan masyarakat,”
jelas Kapolda saat menggelar coffe morning dengan insan pers di Jayapura, belum lama ini.
Sebagaimana diatur dalam Pasal 6 UU No. 9 Tahun 1998, lanjutnya, bahwa setiap warga negara dalam menyampaikan pendapat di muka umum, berkewajiban dan bertanggung jawab untuk menghormati hak-hak orang lain, menghormati aturan moral dan etika yang berlaku di masyarakat umum, menaati hukum dan ketentuan perundang-undangan, menjaga keamanan dan ketertiban, serta keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa.
“Pawai, demo, mimbar bebas dan lain lain tentang pemberantasan korupsi, rencana kenaikan BBM, tak ada masalah karena tak melanggar batasan. Tapi bila demo mengangkat isu kemerdekaan, jelas melanggar, seharusnya adalah menjaga keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa,”
kata Kapolda.
Pekan lalu, demonstrasi Komite Nasional Papua Barat (KNPB) di Kota Jayapura, berujung anarkis. Buchtar Tabuni, Ketua Parlemen Papua Barat dan juru bicara KNPB Wim Rocky Medlama, masuk daftar pencarian orang Polda Papua. “Kami mencari dan ingin minta keterangan dari dua orang yang sudah dimasukkan DPO itu,” kata Wakapolda Papua Brigjen Pol Paulus Waterpauw.
Berdasarkan laporan, Buchtar Tabuni dan Wim Rocky Medlama dituding paling terlibat dalam mengorganisasikan massa KNPB ketika berdemo di Expo-Waena.
Pada saat unjuk rasa berlangsung, lanjut mantan Kapolresta Jayapura itu, massa KNPB telah melukai sejumlah warga, merusak fasilitas umum serta meresahkan warga Kota.
“Saya harap kedua orang ini bisa segera datang untuk memberikan keterangan terkait demo pekan kemarin,”
katanya.
Sementara itu, pada Rabu dini hari, satu korban yang berprofesi tukang ojek meninggal di RS Dian Harapan setelah enam hari menjalani masa kritis akibat trauma senjata tajam di beberapa bagian tubuh. (JR/R4/L03)
Sabtu, 07-12-2013, SuluhPapua.com