JAYAPURA - Pengamat politik dan pemerintahan dari Universitas Cenderawasih, Marinus Yaung, mengingatkan pemerintah agar tidak menganggap remeh proposal yang diajukan oleh negara-negara Melanesian Spearhead Group (MSG) yang ingin berkunjung ke Papua. Hal ini terkait dengan penolakan pemerintah terhadap negara-negara MSG, yang dapat berakibat pada semakin kencangnya seruan untuk memasukkan Papua sebagai anggota MSG.
“Proposal yang diajukan oleh West Papua National Coalition for Liberation (WPNCL) untuk masukkan Papua menjadi anggota pada sidang MSG di Nomea bulan Juni lalu,akan segera terealisasi apabila pemerintah Indonesia mengabaikan kesepakatan negara anggota MSG tentang peninjauan kembali proposal WPNCL sebelum mereka diundang untuk melihat situasi dan kondisi terkinipembangunan di Papua dalam era Otsus,”terangnya via telepon seluler kepada Bintang Papua, Senin (18/11).
Ia mengatakan, rupanya pemerintah Indonesia secara sepihak memutuskan mengundang delegasi Solomon saja yang datang ke Papua. Tindakan ini dianggap sebagian besar negara MSG sebagai bentuk pelanggaran terhadap kesepakatan di Noumea. Sehingga kalau sampai akhir bulan November ini tidak ada undangan dari pemerintah Indonesia,maka proposal WPNCL akan diterima dan tahun depan WPNCL akan ditetapkan menjadi anggota forum MSG.
“ Maka melalui media ini saya meminta pemerintah Indonesia untuk segera mengundang negara MSG datang ke Papua,karena langkah ini menurut hemat saya akan sangat mempengaruhi keputusan diterima atau tidaknya proposal WPNCL. Bahkan saya berani menjamin bahwa akhir dari kunjungan delegasi MSG, seluruh negara MSG akan meminta kerja sama ekonomi dan pembangunan dengan Indonesia. Kenapa demikian? Contoh paling sederhana saja bahwa kantor Gubernur Papua di dok 2 adalah kantor Gubernur termegah dan terbaik di seluruh negara-negara anggota MSG. Saya sekali lagi meminta keseriusan pemerintah dalam menyelesaikan masalah isu Papua merdeka di Pasifik Selatan,”ungkapnya.
Untuk itu, sekali lagi ia mengingatkan pemerintah untuk tidak meremehkan sikap ketersinggungan Negara Vanuatu dan Kaledonia Baru terhadap undangan dari Indonesia yang hanya kepada negara kepulauan Solomon.
“Karena mereka akan terus mendorong proses politik yang sama ke PBB terkait WPNCL. Organisasi Internasional ini akan melakukan tindakan yang sama dengan memutuskan Papua menjadi negara merdeka secara unilateral tanpa perlu mendapat persetujuan dari negara Indonesia,”
katanya.
Ia menambahkan, pemerintah Indonesia, terutama departemen luar negeri RI sudah tahu bahwa strategi diplomasi invisible hand adalah diplomasi subversif yang telah merusak dan mengancam integrasi bangsa sejak jaman Presiden Soekarno sampai hari ini.
“Dunia internasional selalu menggunakan cara-cara subversi untuk mengancam integrasi bangsa. Cara subversi adalah menggunakan negara-negara kecil di pasifik sebagai kaki dan tangan menjalankan kepentingan mereka untuk menghancurkan Indonesia. Maka kalau pemerintah Indonesia sudah menunjukkan pengaruh yang kuat di pasifik selatan,maka jangan merusak kepercayaan yang sudah didapat dari negara MSG. Undang mereka segera dan lihat apakah masalah Papua masih akan terus berkibar di pasifik selatan atau akan segera berakhir,”
tandasnya.(art/don/l03)
Selasa, 19 November 2013 03:09, Binpa