[Assalamu'alaikum]
RATUSAN warga dari Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dikabarkan melarikan diri ke negara tetangga, Malaysia. Mereka --katanya-- meminta suaka kepada pemerintah setempat, karena merasa takut atas digelarnya operasi terpadu dengan diberlakukannya Darurat Militer sejak 19 Mei lalu.
Menyimak berita tersebut terasa ada yang menarik dan ganjil. Menarik, karena kabar itu baru muncul sekarang. Padahal operasi terpadu di Provinsi NAD sudah digelar oleh pemerintah sejak beberapa bulan lalu. Jika mereka memang melarikan diri, kapan dan dari mana mereka meninggalkan Aceh. Jumlah sekitar 300 atau 400 orang bukanlah hitungan yang kecil. Jika mereka berangkat sekaligus ataupun berangsur-angsur, aparat keamanan di NAD pasti sudah mendeteksinya.
Ganjil, sebab situasi dan kondisi keamanan di hampir seluruh Provinsi NAD kini sudah jauh lebih baik dibandingkan sebelumnya. Hal itu bisa dibuktikan dengan digelarnya berbagai kegiatan menyambut peringatan HUT ke-58 Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, beberapa hari belakangan ini.
Selain itu, para "pengungsi" tersebut berusaha mencari suaka di Kantor Badan Urusan PBB (UNHCR) di Kuala Lumpur, Malaysia. Dari cara dan langkah yang mereka lakukan, terlihat di sini bahwa para "pengungsi" berupaya menarik masalah itu menjadi sesuatu yang harus "ditangani" oleh PBB. Warga yang mengaku masyarakat Aceh itu juga --terlihat-- berusaha mempolitisasi masalah tersebut agar menarik perhatian internasional.
Padahal, kita semua tahu bahwa pemerintah menggelar operasi terpadu, justru dimaksudkan untuk memberikan perlindungan secara menyeluruh kepada masyarakat NAD dari tangan-tangan pemberontak Gerakan Aceh Merdeka (GAM) atau Gerakan Separatis Aceh (GSA). Dengan digelarnya operasi terpadu itu, seharusnya masyarakat merasa bersyukur, merasa aman, tenteram, dan bukan malah melarikan diri ke luar negeri.
Tapi semua itu sudah terjadi. Untuk itu, seyogyanya pemerintah segera melakukan langkah-langkah yang terbaik untuk mengatasi masalah "larinya" ratusan warga Aceh itu ke Malaysia. Pemerintah harus cepat tanggap melakukan penelitian --jika rumor itu benar-- dengan melakukan kerja sama dengan aparat terkait di Malaysia. Dari hasil penelitian itu dapat diketahui secara persis siapa sebenarnya para peminta suaka itu.
Pemerintah Malaysia pun pasti akan terbuka menerima permintaan bantuan atau kerja sama dari Pemerintah Indonesia untuk melakukan penelitian terhadap warga Aceh yang dikabarkan meminta suaka tersebut. Jika Pemerintah Malaysia menemukan indikasi negatif dari mereka yang "melarikan diri" itu, diharapkan segera ada tindakan konkret. Selama ini, pemerintahan dari negara tetangga itu terkenal cukup tegas terhadap para "pendatang haram." Mereka yang terbukti memasuki Malaysia secara ilegal, pasti dideportasinya.
Kasus minta suakanya para warga NAD itu --sekali lagi jika benar-- harus pula menjadi pelajaran semua pihak, baik di Pusat dan di Daerah. Antisipasi dini haruslah dilakukan, agar masalah-masalah seperti itu tidak terulang kembali dan tidak dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu yang sengaja menunggu kesempatan untuk menyudutkan Indonesia.***
Sumber: Harian Umum Pelita, 6 April 2013