Wamena – Hingga kini masyarakat masih menunggu sikap konkrit dari pemerintah untuk melakukan proses hukum terhadap pelaku pembakaran honai Dewan Adat Papua Wilayah Baliem La Pago.
“Apalagi janji itu disampaikan secara terbuka waktu pertemuan di halaman kantor bupati Jayawijaya (18/12/2012). Di tengah-tengah masyarakat,”
kata Pastor Jhon Jonga Pr, pekan lalu.
Menurutnya, dengan adanya proses hukum, pemerintah menunjukkan tanggungjawabnya sebagai pelaku dan menghindari praktek-praktek impunitas. Meskipun disadari proses tersebut sulit mengobati luka hati orang Baliem.
“Honai bagi orang Baliem adalah lambang kekuatan, lambang kesuburan dan eksistensi, apalagi kalau ada “ka’ane ke (baca: kaneke), pusat warisan leluhur yang merupakan tokoh mitos masyarakat Jawawijaya. Terdapat arah hidup dan hidup yang harmonis. Dibakarnya honai adat adalah tindakan yang sangat tidak terpuji,”
jelasnya.
Ia menambahkan, peristiwa pembakaran merupakan dendam yang sulit diampuni oleh orang Wamena. Karena honai yang terbakar itu ada ‘kaneke’, pembakaran honai adat menjadi dendam yang sulit untuk diakhiri.
“Harus ada proses hukum yang didahulukan dengan pengakuan atas kesalahan yang telah dilakukan,”
ucapnya.
Baginya, pembakaran tersebut merupakan cara-cara penyerangan baru yang dibuat oleh pihak keamanan tanpa melihat nilai-nilai dalam budaya orang Baliem.
Proses hukum harus dilakukan terbuka supaya masyarakat tahu.
Pastor Jhon berharap setelah natal dan tahun baru, pihak kepolisian jangan lagi berkilah apalagi menunda proses hukum yang ada.
“Termasuk jangan lagi mengintimidasi masyarat, sebab setelah kejadian tersebut masyarakat menjadi takut karena masih dikejar-kejar terus,”
jelasnya. (Tim/AlDP)
January 2, 2013, www.aldp-papua.com