
Gabungan Mahasiswa dan Pemuda memperingati Hari HAM Internasional ketika menggelar aksi unjukrasa di Kantor DPRP, Jayapura, Senin.
Dalam demo itu terungkap, bahwa semua bentuk pelanggaran HAM, pelanggaran Hak Ekosusbud dan lain-lain yang yang dilakukan militer terhadap warga sipil di Tanah Papua bersumber pada ketidakjelasan status politik Papua terutama New York Agreement dan pelaksanaan Pepera yang tak sesuai mekanisme internasional yakni satu orang satu suara (one man one vote).
“Status politik harus diluruskan bila pemerintah RI ingin mensejahterakan rakya Papua,” tukas Ones Suhuniab yang mengaku Anggota Komite Nasional Papua Barat (KNPB) ketika ditanya Bintang Papua ketika gabungan mahasiswa dan elemen masyarakat menggelar aksi unjukrasa memperingati Hari HAM Internasional di Kantor DPRP, Jayapura, Senin (10/12) siang.
Aksi unjukrasa memperingati Hari HAM Internasional kali ini cukup unik karena massa pendemo bertelanjang dada, membawa bendera hitam lambang kedukaan cita. Ketika tiba di Kantor DPRP, Jayapura massa pendemo membentang sejumlah spanduk dan duduk bersila di tanah sembari menggelar orasi yang intinya mempertanyakan aparat penegak hukum selama ini tak mampu mengungkap sejumlah kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Papua sejak tahun 1960-an hingga 2012. Massa pendemo berikutnya yang diikuti puluhan mahasiswa memakai jaket almamater masing-masing Perguruan Tinggi di Jayapura terpaksa dibubarkan aparat keamanan. Kabag Ops Polres Jayapura Kota AKP Kiki Kurnia M, AMK bersama anggotanya melipat kembali spanduk yang mereka usung, lantaran aksi terakhir tersebut tak memiliki izin. Apalagi pada spanduk yang mereka usung tampak tulisan bendera Bintang Kejora, lambang perjuangan Bangsa Papua Barat serta burung Mamruk sebagai lambang negara Papua Barat.
Setelah menyampaikan orasi dari seluruh perwakilan, Pimpinan dan Anggota DPRP masing-masing Wakil Ketua DPRP Yunus Wonda, SH, Anggota Boy Markus Dawir, Stefanus Kaisiepo, Thomas Sondegau dan Pdt. Charles Simare-mare berkenan turun menemui massa pendemo.
Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fisip Uncen Musye Weror membacakan aspirasi masyarakat terkait Hari HAM Internasional menuntut pemerintah RI menghormati dan menghargai HAM di Papua. Pertama, Hentikan Genocide (Pemusnaan Etnis Papua). Kedua, Segera tuntaskan seluruh kasus pelanggaran HAM di Papua antara lain Wasior Berdarah, Wamena Berdarah, Abepura Berdarah dan lain-lain. Ketiga, Komnas HAM PBB segera melakukan intervensi HAM di Papua. Keempat, berikan keselamatan bagi orang asli Papua dalam Hukum dan HAM. Kelima, internasional segera mengadili Indonesia di Mahkamah Internasional dengan pelanggaran HAM di Papua.
Menanggapi aspirasi mahasiswa, Yunus Wonda mengemukakan, pihaknya mendukung aspirasi yang disampaikan mahasiswa, sehingga ia berjanji segera menyampaikan aspirasi tersebut ke pemerintah pusat.
Sementara itu, Gubernur Jenderal The West Papua National Authority (WPNA) Markus Yenu dalam orasinya menyampaikan, pihaknya mengharapkan agar DPRP memberi respons kehadiran pemuda dan mahasiswa terkait Hari HAM Internasional serta beberapa peristiwa yang terjadi di Papua di Pegunungan hingga ke pesisir termasuk peristiwa yang terjadi di Manokwari yakni pelanggaran HAM yang dilakukan aparat TNI/Polri yang menewaskan seorang penghuni Lapas Manokwari.
“Kami minta DPRP segera membuat Pansus kasus pelanggaran HAM di Papua, karena semua kasus pelanggaran HAM yang nyata-nyata dilakukan TNI/Polri terhadap rakyat sipil Papua tak pernah terungkap,” tegas dia. (mdc/jir/don/L03)
Selasa, 11 Desember 2012 08:31, Binpa