JAYAPURA [PAPOS] –Badan Eksekutif Mahasiswa [BEM] FISIP bersama Forum Anti Pelanggaran HAM di Papua dan beberapa aktivis lainnya sempat tarik ulur dengan aparat Kepolisian ketika melakukan aksi unjuk rasa di Putaran Taksi Perumnas III Waena, Distrik Heram dalam rangka memperiganti Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Se Dunia, dengan Koordinator Umum, Yason Ngelia dan Koordinator Lapangan, Septi Meidodga, Senin (10/12) kemarin.
Aksi unjuk rasa iikuti sekitar 70 orang lebih itu, membawa sejumlah spanduk yang intinya meminta kepada Pemerintah untuk menutaskan seluruh kasus pelanggaran HAM Papua, Biak berdarah, Wasior berdarah, Wamena berdarah, Abepura berdarah, stop penangkapan, pembunuhan aktivis HAM Papua dan Komnas PBB segera melakukan Intervensi HAM Papua demi penyelamatan orang Asli Papua serta Internasional segera mengadili Indonesia di Mahakamah Internasional dengan kasus pelanggaran HAM yang dilakukan di tanah Papua.
Dari aksi itu dilakukan pentahanan oleh aparat Kepolisian dari Polres Jayapura Kota, yang dipimpin Wakapolres Jayapura Kota, Kompol Jefri R Siregar, SiK dan Kabag Ops Polres Jayapura Kota, AKP Kiki Kurnia, Amk. Mahasiswa diminta untuk tidak melakukan aksi demo, karena tidak memegang Surat Ijin Tanda Terima Pemberitahuan [STP] aksi demo dari Polda Papua.
Para pendemo-pun tetap bersikap tegas untuk tetap melakukan aksi demo damai untuk menyampaikan aspirasi mereka ke DPRP selaku perwakilan rakyat Papua.
Karena di tanah Papua banyak terjadi pelanggaran HAM, sehingga selaku mahasiswa sudah saatnya berbicara untuk menyampaikan aspirasi. “Demo ini bukan demo politik, akan tetapi ini merupakan Mahasiswa yang meminta kepada Pemerintah Indonesia untuk menuntaskan atas pelanggaran HAM yang terjadi di tanah Papua,” ungkap Yason dalam orasinya.
Soal ijin pemberitahuan, Yason menegaskan bahwa pihaknya telah menyurat kepada Polda Papua untuk melakukan aksi demo ke DPRP dalam mempertingati Hari se-dunia yang jatuh pada tanggal 10 Desember 2012 hari ini.
“Kami tau persis tentang demo dan surat ijin sudah diberikan oleh Polda dan surat itu lengkap sesuai apa yang menjadi bahan untuk menyampaikan aspirasi kepada Pemerintah, kalau ada kesalahan bisa dikoreksi bukan untuk ditahan-ditahan saat menyampaikan aspirasi didepan umum. Polisi bertujuan, hanya memberikan keamanan bukan untuk menakut-nakuti,” tukasnya.
Yason menuturkan, tanggal 10 Desember merupakan hari terpenting bagi rakyat Papua, dimana pelanggaran HAM yang dilakukan oleh bangsa Indonesia sejak Papua dipaksakan masuk ke dalam Indonesia tahun 1962.
“Sampai sekarang, tahun 2012 ini pun pelanggaran itu masih terjadi di mana-mana seluruh tanah Papua. Tindakan brutal yang dilakukan Aparat TNI-Polri untuk menghilangkan nyawa orang Papua dengan berbagai cara ini harus dihentikan, sehingga melalui hari sedunia inikami ingin memberitahukan kepada semua orang bahwa pelanggaran HAM di tanah Papua masih terus terjadi,” tukasnya.
Para pendemo-pun tidak diijinkan untuk melakukan perjalanannya menuju ke DPRP karena mereka tidak memiliki surat ijin demo, sehingga Kapolres Jayapura Kota, AKBP, Alfred Papare, Sik menemui Koordinator Lapangan untuk menyampaikan atas ijin tersebut.
Dan selanjutnya para pendemo mengeluarkan surat ijin demo yang diberikan oleh Polda Papua, sehingga berdasarkan ijin tersebut diijinkan langsung untuk menyampaikan aspirasi mereka ke DPRP dengan menggunakan mobil truk.
Sementara itu, dari aksi demo yang mereka lakukan, proses perkuliahan mahasiswa baik di Kampus bawah maupun di kampus atas lumpuh total karena para pendemo memalang pintu gerbang Kampus dan mereka meminta mahasiswa maupun para Dosen untuk tidak melakukan perkuliahan di Kampus, karena hari ini merupakan hari pelanggaran HAM yang patut dirayakan dan diminta kepada Pemerintah untuk menyelesaikan terlebih dahulu atas pelanggaran HAM yang terjadi di tanah Papua. [loy]
Terakhir diperbarui pada Selasa, 11 Desember 2012 00:30
Selasa, 11 Desember 2012 00:28, Ditulis oleh Loy/Papos