
JAYAPURA [PAPOS] – Ratusan massa Komite Nasional Papua Barat (KNPB) bersama Penjaga Tanah Papua (Petapa) mendatangi Gedung DPR Papua, Senin (18/10) kemarin, menuntut penyelesaian masalah pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang terjadi di Tanah Papua yang dilakukan oleh TNI/Polri.
Massa yang berjumlah sekitar 300 orang itu sebelumnya berencana untuk melakukan long march dari Abepura hingga ke gedung DPR Papua di pusat kota Jayapura namun tidak diberikan ijin, akhirnya massa yang berasal dari Perumnas III, Sentani, Ekspo dating ke Gedung DPRP dengan menggunakan truk dan taksi. Mereka juga membawa berbagai macam spanduk, salah satu spanduk yang dibawa tersebut bertuliskan, “ Polisi harus mereformasi diri secara total biar ditingkat konstitusi maupun implementasi. Rakyat Papua mendesak DPRP untuk membentuk tim independen untuk menuntaskan masalah HAM di Tanah Papua. Rakyat Bangsa Papua Perlahan-lahan sedang punah oleh kekerasan militer. Rakyat Bangsa Papua bukan tempat laboratorium atau praktek tembak menembak oleh TNI/Polri”.
Written by Loy/Papos
Tuesday, 19 October 2010 00:00
Massa yang tiba di Jayapura tidak langsung ke Gedung DPRP, tetapi massa turun di Taman Imbi lalu berjalan kaki menuju ke Gedung DPR Papua dan berlari-lari sambil berteriak yel-yel Papua.
Tiba di gedung DPRP massa tidak langsung diterima anggota DPRP, tetapi mereka melakukan orasi-orasi yang isinya menuntut penengakan HAM atas penembakan yang terjadi di Tanah Papua yang dilakukan oleh TNI/Polri.
Massa meminta pemerintah untuk bertanggung jawab atas penembakan terhadap Theis H. Eluay, Opinus Tabuni, Nahason Mabel, Kelly Kwalik, Ismail Lokobal, dan beberapa kasus penembakan yang terjadi di Manokwari dan daerah lain di Tanah Papua.
Akhirnya Wakil Ketua dan Anggota Komisi A DPRP menerima mereka, pernyataan sikap KNPB dibacakan dan disampaikan oleh Ketua Umum DAP Papua Forkorus Yamboisembut, S.Pd yang diterima Wakil Ketua Komis A, Ir. Wenan Watori. Dalam pernyataan sikap disebutkan, bahwa sejak reformasi di Indonesia, rakyat Papua mendapat ruang kebebasan terbuka lebar untuk menyampaikan berbagai tuntutan mulai dari penarikan TNI, penarikan transmigrasi, penegakan HAM dan pengakuan Hak-Hak politik orang Papua, mereka juga mendesak agar pihak Kepolisian mereformasi diri secara total.
Namun dibalik reformasi yang telah berjalan, negara melakukan berbagai operasi pembunuhan kilat, penyiksaan, penangkapan sewenang-wenang dan pemenjerahan para tokoh pejuang Papua. “Negara gagal menjamin hak hidup orang Papua, bukti kegagalan itu adalah terjadinya penculikan dan pembunuhan di Tanah Papua ini,” kata Forkorus.
Lebih jauh Fokorus mengungkapkan, kematian masyarakat Papua terus terjadi dari hari kehari dan akan terus berlangsung secara perlahan-lahan kepunahan hak hidup orang asli Papua akibat kekerasan aparat militer dan sipil yang ada di atas tanah Papua ini.
Dia mengatakan, kekerasan militer tidak dapat dibenarkan sesuai dengan hati nurani orang asli Papua, juga tidak sesuai dengan instrument hukum internasional dan hak azasi manusi serta bertentangan dengan pembukaan UUD 1945 dan negara tidak bisa mengkriminalisasi masyarakat adat Papua serta menjustifikasi separatis.
Untuk itu, Fokorus menegaskan, Dewan Adat Papua mendesak Gubernur Papua dan DPRP untuk segera mengambil langkah-langkah untuk penyelamatkan hak hidup rakyat Papua dan menekan reaksi repressive militer untuk mereformasi diri dalam implemntasi justisia karena kekerasan bukan solusi untuk menyelesaikan masalah Papua tetapi justru melahirkan kekerasan baru.
Setelah menyampaikan aspirasi tersebut dan menyerahkan kepada Wakil Ketua Komisi A, Ir. Wenan Watori, Watori mengatakan akan menerima aspirasi ini dan menyemapikan kepada pimpinan dewan untuk selanjutnya dibicarakan. Setelah menyampaikan aspirasi dan mendapat tanggapan dari Komisi A DPRP akhirnya massa pulang kembali ke tempat asalnya dengan menggunakan truck.[loy]